SEBUAH RUANGAN PENUH LACI, BERNAMA INGATAN

 

Ada ruangan di kepala saya, penuh dijejali ribuan kisah yang terkumpul selama 35 tahun. Penuh sesak hingga ide tentang Pensieve yang dikisahkan JK Rowling dalam Harry Potter sungguh menarik dan menjadi barang sihir yang paling ingin saya miliki jika saya bisa masuk ke dunia Harry Potter.


Kepala yang penuh sesak itu nggak enak, lebih mengganggu dari perut begah gara-gara masuk angin atau sembelit. Saya yang tukang tidur ini pun bisa sangat terganggu oleh berbagai pikiran yang berlompatan secara random di kepala.


Menuliskan isi kepala sebelum tidur adalah satu cara untuk setidaknya mengorganisir si pikiran-pikiran random itu. Ide usaha, ide acara, hitungan duit, kelebatan ingatan, mimpi dan keinginan, semua tercatat dengan acak di buku agenda jelek itu.


Tapi dicatat saja nggak cukup, tempat penyimpanan di kepala saya harus diatur jika saya mau mengisinya dengan hal-hal baru. Jadi saya sering mengibaratkan ruang ingatan saya ini serupa ruangan safe deposit box di bank, yang penuh berisi laci-laci dari lantai hingga langit-langit ruangan. 


Laci-laci itu berkunci, kuncinya saya pegang erat untuk nggak mengijinkan ingatan itu keluar jika saya tidak menginginkannya. Terutama laci untuk bagian ingatan-ingatan tak menyenangkan, ingatan penuh emosi buruk.


Iya, hidup saya -seperti kamu juga- tentu banyak mengalami hal buruk. Hal buruk yang segitu buruknya hingga bukan hanya mengganggu nyenyaknya tidur tapi juga keseluruhan hidup saya. Nggak bisa fokus kerja, nggak bisa makan dengan baik, nggak bisa tidur nyenyak. Dah lah pokoknya mengganggu sekali. 


Saya nggak suka berlama-lama mengurusi masalah. Saya tipe manusia yang memilih mengatasi masalah seperti mengobati kaki yang terkena paku. Cabut dan obati. Walaupun sakit, berdarah-darah, tapi kalau pakunya sudah dicabut, saya bisa obati. Kalau pakunya nancep terus, yang ada tambah infeksi, nggak bisa diobati.


Dalam proses penyembuhan ini lah laci-laci itu berguna buat saya. Segala rasa sakit itu bisa saya dorong, saya jejalkan ke dalam laci dan saya kunci rapat-rapat. Maka ruangan ingatan itu kembali lega dan saya bisa fokus bekerja menjalani hidup.


Ada masanya, ada waktunya nanti untuk membuka kembali laci itu dan menjilati luka. Tapi bukan sekarang, melainkan nanti ketika emosi saya sudah berjarak, ketika logika saya sudah lebih kuat untuk menelaah.


Buat kamu yang sedang berduka, hidupmu yang terus berlanjut tanpa bisa dipause membutuhkan energi dan akal sehat yang kukuh. Simpanlah dulu luka itu dalam laci terkunci, dan benahi hidupmu.


Nanti, nanti ketika kamu sudah lebih kuat, bukalah laci itu dan sembuhkan perlahan lukanya. Time will heal, time WILL heal.


Semangat ya, kamu ~dan juga saya.



Comments

Popular posts from this blog

Materi Praktik Cerpen

Resensi Buku Muni Luka Yang Tak Tersayat

Masa Tua