Posts

Showing posts from August, 2022

MAYAT YANG BERNYANYI

 Sekawanan gagak terbang berputar-putar di atas sebuah rumah kosong sembari berkaok-kaok di atasnya. Salah satu di antaranya tiba-tiba turun dan bertengger pada dahan pohon karet, membuat Halimah yang sedang memperbaiki rantai sepeda terkejut. Halimah berdecak, ia tak akan pulang semalam itu andai Juragan Karman langsung membayarnya. Namun, tengkulak kain itu pergi entah ke mana. Halimah pasrah saja saat pelayannya menyuruh menunggu. Berjam-jam ia di sana demi beberapa lembar uang untuk berobat sang ibu, tanpa menyadari jarum jam telah menunjuk ke angka sebelas. Lalu, bunyi 'kresek' seperti radio tua mengalihkan perhatian Halimah. Beberapa detik kemudian sebuah lagu anak-anak menggema dari rumah kosong tak jauh dari Halimah dan sepedanya. Nyanyian itu memantul di dinding batanya yang terkelupas di sana-sini. Merayapi tubuh bangunan berwarna putih dengan genting berlumut itu.  'Tik, tik, tik .... Bunyi hujan di atas genting Airnya turuuun tidak terhingga ....' Angin mala

Hati yang Kau Sakiti

Terkadang Cerita yang sangat kita banggakan tak akan berjalan mulus begitu pula cerita cintaku. Aku dan dia sudah bertunangan namun aku harus merelakannya bahagia bersama orang lain. Menyakitkan bukan? Tentu saja iya, tapi dibalik itu semua aku menemukan seseorang yang memang cinta sejatiku _FlashBack_ Rinai hujan baru saja berhenti tadi, dan masih meninggalkan tetes-tetes embun di kaca jendela kantorku. Sudah lama aku menunggunya namun tak ada tanda-tanda kemunculan dari dirinya. Apa yang sedang ia lakukan? Telpon dariku pun tak ada di jawabnya, bahkan makan malam dengan dirinya pun hancur total. Sempat terlintas di pikiranku, apakah dia mempunyai Wanita Simpanan Lain? Namun segera ku tepiskan itu semua. "Loh Fy ? belum pulang ? Aku kira kamu udah pulang" Tanya Gabriel sahabat sekaligus rekan kerjaku "Belum yel , aku lagi nunggu Rio nih, kamu sendiri?" tanya ku kepada iyel "Nih mau pulang , yakin fy gak barengan? soalnya udah mau maghrib loh" tawar iyel k

Mangga Mak Sulastri

 Mangga-mangga tua tergeletak begitu saja di antara daun-daun kering yang berserakan. Beberapa di antaranya berwarna serupa daun kering itu, menguning kecokelatan, membusuk. Seorang anak berseragam putih dan merah meraih satu mangga yang kulitnya masih hijau dan wangi. “Yang ini tidak busuk,” ucapnya dengan senyum merekah. Lalu, tiba-tiba sebuah batu sebesar kuku ibu jari menimpa kepalanya. Dia mengaduh dan menjatuhkan mangga tersebut sebelum akhirnya lari terbirit-birit bersama teman-temannya. Seorang perempuan tua kurus melemparkan batu yang berukuran lebih besar ke tanah, urung melemparkannya pada anak-anak yang telah menghilang di persimpangan jalan menuju sekolah. “Kenapa, sih, Mak? Cuma sebiji mangga saja Mak pelitnya bukan main. Kalau tidak suka berbagi, tebang saja pohonnya!” ucap Narti yang pagi itu sedang menyapu halaman. Mak Sulastri bergeming, mengabaikan ucapan tetangganya itu. Dia beranjak menuju rumahnya dengan mulut terkatup. Kaki kecilnya yang rapuh berjalan pelan, sud