Dunia yang Kejam


Aku masih berdiri mematung didepan gundukan tanah makam seorang lelaki yang aku idolakan seumur hidup. Lelaki yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk keluarga dan masyarakat.


Jika biasanya sering ditemui seorang ayah yang lalai dalam membersamai anaknya karena kesibukan bekerja. Tetapi tidak dengan seorang Bramastia Perwira, lelaki yang mampu menjadi abdi masyarakat namun tegas memimpin, dan beliau juga adalah lelaki yang mengayomi tapi juga mampu menghukum tanpa tebang pilih.


Ayahku seorang hakim yang amat terkenal namanya di negeri yang sudah tidak terhitung lagi jumlah kasus korupsi dan ketidakadilan ini. Sosok yang kuat dan bertalenta, mampu mematahkan setiap kekuatan yang ingin menjatuhkannya.


Hari ini beliau wafat, karena sakit yang tiba-tiba saja beliau rasakan. Haruskah aku mencurigai seluruh orang di negeri ini?


Terlalu banyak yang tidak menyukai kejujuran ayahku. Bahkan tidak segan-segan mereka melemparkan berbagai ancaman ke rumah kami.


"Selamat siang, bapak Faisal. Saya Eddy dari tim pengacara yang dipercaya bapak Bramastia Perwira untuk memberikan dan membacakan wasiat beliau. Jika bapak berkenan mungkin kita bisa menyelesaikan satu amanat yang diberikan kepada saya?"


Aku mengikuti langkah seseorang yang baru saja memperkenalkan diri bernama Eddy tersebut.


Memasuki mobil Van hitam miliknya, kami melaju lambat menuju kantor dimana dirinya dinas. Pikiran tidak jelas kemana, bagaimana aku menjalani kehidupan selepas ayah yang berpulang. Sepi dan hampa tentu rasanya kini.


"Silahkan duduk bapak Faisal Bahri, betul itu nama bapak?" Akupun menganggukkan kepala sebagai jawaban.


"Baik saya langsung ke inti pembahasan. Jadi sehari sebelum bapak Bramastia Perwira meninggal, beliau memanggil saya untuk menyampaikan sebuah wasiat kepada anda, anak satu-satunya beliau."


"Baik, saya akan mendengarkan."


"Wasiat yang bapak Bramastia berikan kepada saya adalah sebuah permintaan dan satu lagi berbentuk barang.


"Permintaan tersebut tidak lain adalah agar anda, bapak Faisal Bahri diminta merawat dan memelihara dengan sepenuh hati sesuatu yang ayahanda wariskan kepada anda. Bagaimana apa bapak sanggup?"


"Tentu saja saya akan merawat dan memelihara apa yang diwariskan ayah saya, yang memang saya cintai. Mungkin dengan merawat peninggalannya sebagai pengganti rasa sesal saya harus kehilangan beliau."


"Baik. Kalau begitu akan saya beritahu barang apakah itu. Barang tersebut berupa 'The Forest Poison', jadi bapak Bramastia Perwira tanpa sepengetahuan anda sudah menyiapkan ini sebagai benda yang diwariskan kepada anda."


"Apa maksudnya ini? Bagaimana dengan kesibukan dan pekerjaan saya jika harus merawat satu jenis tanaman tapi dengan jumlah banyak tersebut?"


"Tenang bapak Faisal, anda tidak perlu khawatir. Ada petunjuk dan jawaban di tiap satu pohon di dalam hutan tersebut."


Hari yang ditunggu telah tiba, hari pertama aku merawat hutan atau ayahku menamainya 'The Forest Poison'. Menyiram dan memperhatikan satu pohon yang bertuliskan angka 1 membuatku memeriksa berkeliling pohon tersebut. 


Ternyata ada satu surat terselip di batang pohon itu, "Nak, terima kasih sudah mau merawat hutan kesayangan ayah. Hari ini akan kau temui laki-laki berpakaian rapih membawa koper, dia adalah pejabat yang korupsi, lewati lelaki tersebut dan taburkan serpihan batang pohon ini kedalam minumannya."


Aku pun meremas kertas tersebut, aku tidak menyangka ayahku adalah seorang pembunuh dengan seisi hutan ini sebagai alat pembunuhnya. 


"Kau pasti marah dan juga bingung, kenapa ayah bisa menjadi seperti ini? Tenang ayah hanya berbuat keji kepada mereka yang memang pantas. Tahukah kau mengapa ayah bergelar, hakim sang penghukum, karena hanya dengan menghukum mereka dengan racun tanaman sepertinya dunia ini akan tersisa orang-orang baik. Ingatkah kau anakku, kalimat apa yang selalu ayah katakan?"


Kali ini aku hanya menjawab dengan gelengan kepala, karena rasa syok dan tidak menyangka yang menghinggapi diri saat ini. Tentu tidak akan pernah dilihat oleh si penanya.


"Kalimat tersebut adalah tidak ada obat ampuh untuk orang-orang yang terus menerus berbuat jahat. Karena hanya mempertemukan kejahatan dengan racunlah yang menjadi penawar bagi dunia yang kejam."


Akupun menjatuhkan kertas bertuliskan goresan tangan ayah, seakan tak percaya bahwa selama ini, hutan itulah alasan dibalik gelar pembasmi kejahatan bagi seorang hakim terkenal seperti ayah dan hutan itu pula hukuman bagi kejahatan ayah selama ini.


Tamat



Comments

Popular posts from this blog

Materi Praktik Cerpen

Resensi Buku Muni Luka Yang Tak Tersayat

Masa Tua