Andai Aku Menjadi..



Andai aku menjadi karang, meski tidak mudah. Sebab ia menahan sengat mentari yang garang. Dia kukuh halangi deru ombak yang kuat menerpa tanpa kenal lelah. Dia menahan hempas badai yang datang menggerus terus-menerus dan coba melemahkan keteguhannya. Karang tak mudah hancur dan terbawa arus, ia  berdiri tegak berhari-hari, bertahun-tahun, berabad-abad, tanpa rasa jemu dan bosan.


Andai Aku menjadi pohon yang tinggi menjulang, meski itu tidak mudah. Menatap tegar bara mentari yang terus menyala setiap siangnya. Meliuk menghalangi angin yang bertiup kasar. Terus menjejak bumi hadapi gemuruh sang petir. Menghujamkan akar yang kuat untuk menopang serta menahan gempita hujan yang coba merubuhkan. Dengan rela hati memberikan tempat bernaung bagi burung-burung yang singgah di dahannya dengan berikan tempat berlindung dengan rindang daun-daunnya.


Seorang gadis duduk di kursi rodanya menatap ke bibir pantai, menatap jauh dengan tatapan kosong. Danisha Alesya, gadis berusia 16 tahun anak satu-satunya dari bapak Bayu Prawiro dan ibu Angela Maria. Perjalanan rekreasi menuju puncak Bogor tahun lalu menjadi akhir perjumpaan Danisha dengan bapak dan ibunya. Kecelakaan tunggal yang berujung maut telah menyisakan kepedihan di hati Danisha.


"Mama, Papa... Danisha kangen," lirih Danisha berkata sambil berurai air matanya.


Tinggal bersama adik bapak Bayu Prawiro tidak membuat kesedihan Danisha berkurang. Hendra Prawiro dan Ressa Nadine sudah menikah 10 tahun namun belum dikaruniai anak. Ressa sangat ingin segera hamil namun berbagai usaha telah mereka lakukan, bahkan bayi tabung dua kali mereka lakukan dan berujung kegagalan. Tidak mau terus bersedih, maka Ressa ingin berbagi kebahagiaan kepada anak kurang beruntung. Ressa meminta Hendra mendirikan panti asuhan menjadi salah satu obat kerinduan akan hadirnya anak di tengah mereka. Maka ketika peristiwa kelam yang dialami kakaknya membuatnya tanpa pikir panjang membawa keponakan satu-satunya, karena sedari Danisha kecil Ressa juga Hendra amat sayang pada keponakannya itu.


Limpahan kasih sayang diberikan Hendra dan Ressa hanya untuk menyembuhkan luka fisik dan batin Danisha. Membiayai pengobatan dan terapi untuk keponakan tersayangnya. Mengajak Danisha sesekali bermain ke panti asuhan, agar Danisha tidak merasa sendiri. Homeschooling menjadi pilihan mereka mengingat Danisha belum mampu berjalan sendiri. Mengejar paket C untuk untuk ujian kesetaraan SMA karena Danisha ingin menjadi seorang Dokter.


Menjadi seorang dokter sebenarnya impian mama papa Danisha, di samping itu seni melukis adalah salah satu kegemaran dan bakatnya sejak kanak-kanak. Piala-piala di lemari kaca menjadi saksi perjalanan Danisha mengejar impian pelukis terkenal. Menghadirkan mimpi orang tuanya sebagai pengobat rindu Danisha pada orang terkasih yang menghadirkannya ke dunia ini.


"Danisha.. sudah sore nak, ayo pulang!" teriak Tante Ressa kepada Danisha.

Secara berkala Ressa mengajak anak-anak panti asuhan ke tempat wisata, seperti saat ini Ressa mengajak ke pantai Ancol, Jakarta Utara. Danisha baru saja menyelesaikan lukisan pemandangan lautnya, setelah merapikan perlengkapan melukisnya Danisha berbalik ke arah tante tersayangnya.


"Lukisan kamu semakin bagus saja Danisha, cantik seperti kamu. Setelah ini apa kamu akan kuliah jurusan seni, sayang?" tanya Tante Ressa.


"Tidak Tante. Kalau diijinkan apakah boleh aku ingin menjadi dokter?" tanya Danisha.


"Kamu yakin Danisha sayang? Apa benar itu yang kamu inginkan?" rentetan pertanyaan Tante Ressa.


"Iya, seperti Tante juga tahu menjadi dokter adalah impian mama papa, dan aku ingin mewujudkan impian itu, Danisha hanya ingin membahagiakan papa mama, Danisha yakin mama papa tetap melihat Danisha dari surga disana." terang Danisha 


"Jika kamu sudah yakin dan tidak membebani kamu nantinya Tante akan dukung sepenuhnya. Bagaimana dengan perusahaan milik papamu sayang, apa kamu tidak ingin mengelolanya?"


"Danisha menyerahkan kuasa perusahaan papa sama Om Hendra saja, tante.  Seperti setahun belakangan ini pun om yang mengelolanya. Danisha percaya sama om dan tante, apa boleh seperti itu tante?" 


"Tentu saja boleh Danisha, keponakan tante yang paling cantik, pinter juga gemesin," ujar Tante sambil mencium kedua pipi Danisha.


"Iih, Tante..aku kan sudah besar main cium aja iih!" mengerucut bibir merah Danisha.


Tujuh tahun kemudian.


Pagi hari di sebuah komplek perumahan elit di kota Malang. Gadis berusia 23 tahun bersiap dengan memoles tipis lipstik di bibirnya. Tidak lupa tas branded di tangan kirinya. Menenteng kunci mobil dengan merek ternama tentu menambah kesan elegan. Seorang dokter muda di rumah sakit swasta terkenal di kota tersebut, Danisha Alesha. Siapa yang tidak terpesona dengannya?


"Selamat pagi, Danisha.. sarapan sudah siap, yuk duduk dulu. Kamu mau nasi goreng atau roti selai?" tanya Tante Ressa dengan senyum manis dengan guratan di sekitarnya pertanda usia memasuki kepala empat.


"Adi, Dian, ayo sarapannya jangan dimainin dong. Cepat habiskan!" seru Tante Ressa pada dua anak kembarnya.


Setelah Danisha memasuki jenjang kuliah, di usia yang terbilang tidak muda lagi ternyata Tante Ressa di karuniai dua anak kembar. Sekarang usia mereka 5 tahun sedang duduk di bangku TK kecil.


"Om sudah berangkat, tante?" tanya Danisha.


"Sekarang jam berapa Danisha sayang, kamu tahu om selalu berangkat pagi sekali. Ini Tante saja sebentar lagi mengantar kembar sekolah. Kamu bagaimana persiapan pernikahan kamu?" 


"Alhamdulillah semua sesuai rencana kami. Kan semua juga berkat Tante yang banyak membantu. Tante, terima kasih banyak ya  sudah banyak bantu Danisha. Sudah bolehin Danisha tinggal disini, Danisha sayang tante!" sambil memeluk Tante yang disayanginya Danisha mengucapkan rasa terima kasihnya.


"Tante hanya mendukung apapun yang kamu lakukan sayang. Selebihnya semua yang kamu dapatkan hari ini adalah hasil dari kerja kerasmu. Dari Danisha yang di vonis kemungkinan kecil bisa berjalan kembali, malah menjadi dokter ternama negeri ini. Kamu anak yang hebat dan kuat sayang. Hatimu sekuat karang dan hatimu pun juga seteduh pohon rindang. Siapa yang tidak tahu, dokter cantik yang sering meringankan beban pasien tidak mampu, dokter hebat yang banyak menyembuhkan pasien dengan seringkali memberikan tarif gratis," terang Tante Ressa.


"Aah tante terlalu berlebihan, aku hanya sedikit berbagi dan memanfaatkan karunia yang sudah Allah berikan. Sudah ah danisha berangkat, pamit tante." senyum Danisha menanggapi.


"Terus seperti ini sayang, terus sekuat karang dan seteduh pohon," berkata lirih Tante Ressa hampir tidak terdengar.


Tamat


Comments

Popular posts from this blog

Materi Praktik Cerpen

Resensi Buku Muni Luka Yang Tak Tersayat

Masa Tua