Selamat Pagi


Pagi ini, seperti hari-hari sebelumnya, seorang gadis mungil dengan hijab yang menutupi kepalanya, duduk dengan tenang di mejanya. Beberapa anak seumurannya mulai datang memasuki kelas 12-3 yang sudah cukup ramai. Anak-anak yang mengenal gadis itu menyapanya dan dibalas dengan seulas senyuman lembut. Tak lama kemudian, bel tanda masuk berbunyi.

“Lyn, udah ngerjain tugas Biologi yang seabreg itu?” Seorang gadis dengan rambut diikat satu duduk di sebelah gadis berhijab itu.

“Udahlah, Nya, ya kali belum.” sahut gadis itu santai. Anya, teman sebangkunya itu mengangguk pelan menanggapi.

“Iya sih, kapan juga, seorang Aerlyn yang oh-sangat-perfeksionis lupa ngerjain tugas.” Aerlyn, gadis berhijab itu terkekeh pelan mendengar nada bicara temannya.

Aerlyn lalu merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah pocket book Kimia dari dalamnya. Aerlyn mulai sibuk dengan bukunya mengabaikan Anya yang menyerocos tentang komik online terbaru dari LINE atau sering disebut webtoon. Tanpa sadar, Pak Iwan, selaku wali kelas 12-3 memasuki kelas diikuti seorang lelaki dengan iris biru langit. Aerlyn tetap asyik dengan bukunya, tidak peduli dengan Anya yang berbisik heboh karena kedatangan lelaki itu.

“Selamat pagi, Anak-anak. Kita kedatangan teman baru, perkenalkan diri kamu.” Pak Iwan menyuruh lelaki itu untuk maju selangkah dari tempatnya. Bisik-bisik dari kaum hawa mulai terdengar karena rupa lelaki itu yang tampak jelas bahwa ia seorang blasteran. Kecuali Aerlyn yang masih tenang dengan bukunya. Lelaki itu tersenyum kecut dan mulai berbicara. “Nama saya, Sargas Nandana Prasetyo. Salam kenal.” Hanya itu yang disebutkan lelaki bernama Sargas.


Kaum hawa 12-3 makin histeris melihat Sargas yang mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas. Aerlyn yang mulai terganggu dengan bisikan histeris para kaum hawa itu melirik sekilas ke arah depan. Aerlyn mendengus pelan saat iris cokelat miliknya bertatapan dengan iris biru langit milik Sargas. Sargas mengerutkan keningnya melihat ada seorang gadis yang tidak berbisik histeris seperti yang lainnya. Setelah Pak Iwan menenangkan para kaum hawa itu, Aerlyn kembali fokus pada bukunya, mengabaikan Sargas yang terus memerhatikannya setengah heran.


“Kalau begitu, kamu bisa duduk di..”

“Boleh saya duduk di sana, Pak?” tanya Sargas sesopan mungkin sambil tepat menunjuk ke arah Anya yang langsung membatu. Pak Iwan mengernyitkan dahinya tetapi tetap berdehem pelan. “Tapi udah ada Anya, kamu..” Sargas memberikan tatapan yang hanya bisa diartikan oleh Pak Iwan. Pak Iwan menghela napas pelan dan mengangguk, teringat perkataan orangtua Sargas saat bertemu dengannya.


“Baiklah, Anya, kamu pindah ke tempat Nia.” Aerlyn, yang akhirnya tersadar kalau teman sebangkunya akan pindah mendongak sepenuhnya. Dan bertemu pandangan dengan Sargas yang tersenyum miring. Tetapi, sifat cuek Aerlyn muncul bila berada di dekat laki-laki. Dan Sargas makin heran saat Aerlyn biasa saja saat Sargas duduk di tempatnya, tempat Anya tadi. ‘Baru kali ini ada yang gak histeris sama gue,’ Pikir Sargas kala Aerlyn sama sekali tidak menyapanya.


Bel istirahat berbunyi. Membuat Aerlyn yang tengah sibuk menulis catatan, berhenti sepenuhnya. Setelah Bu Saras, selaku guru Biologi mereka, ke luar dari kelas 12-3, Aerlyn langsung bangkit berdiri sambil menggenggam sebuah Apel Hijau di tangan kirinya. Tetapi, langkah Aerlyn terhenti kala sebuah tangan menahan pergelangan tangannya. Aerlyn menoleh tidak suka pada Sargas yang menatapnya.


“Lepasin.” ujar Aerlyn dingin. Memang, sifat inilah yang ke luar dari diri Aerlyn saat seorang lelaki dengan sembarangan menyentuhnya. Aerlyn tidak suka itu.

“Oh, maaf, um, karena lo temen sebangku gue, bisa anterin ke kantin? Gue kan baru di sini,” ucap Sargas tepat setelah Aerlyn bisa menarik tangannya. Aerlyn menghela napas pelan dan menatap Sargas tepat di manik biru langitnya.


“Minta yang lain aja, tuh, lihat, banyak yang bisa nganterin lo,” Aerlyn menunjuk beberapa perempuan sekelasnya yang mulai mendatangi meja mereka. “Gue ada urusan.” Dan Aerlyn langsung berlalu dari hadapan Sargas yang masih melongo. “Sargas! Ke kantin bareng, yuk!” Sargas melengos sebal dan melirik seorang perempuan dengan rambut sepunggung.


Setelah menyelesaikan rutinitas hariannya, Aerlyn berjalan dengan santai ke arah tangga yang mengarahkannya ke lantai kelas 11. Apel Hijau di tangannya telah berpindah tempat ke perutnya. Beberapa orang siswi menyapanya yang dibalas Aerlyn dengan ramah. Berbeda ketika siswa yang menyapanya, Aerlyn hanya melambaikan tangannya. Entah kenapa, Aerlyn tidak suka pada sosok laki-laki, kecuali Ayah dan Kakaknya. Karena selama Aerlyn hidup 16 tahun di dunia, ia belum pernah bertemu lelaki yang lebih baik dari Ayah dan Kakaknya.


Aerlyn membuka pintu kelasnya dan menemukan seluruh pasang mata menatapnya. Aerlyn menghampiri Bu Rieza dan meminta maaf atas keterlambatannya. Bu Rieza yang mengetahui rutinitas harian Aerlyn langsung tersenyum dan menyuruhnya duduk di tempatnya. “Lo abis dari mana?” tanya Sargas tepat setelah Aerlyn duduk. Aerlyn tersenyum tipis, yang membuat Sargas terdiam sejenak karena ini pertama kalinya Aerlyn tersenyum, meskipun hampir tidak ada bedanya dengan ekspresi datarnya.


Sudah tiga bulan Sargas bersekolah di SMA Tunas Bangsa, tetapi perempuan yang sudah menjadi teman sebangkunya selama tiga bulan itu masih saja cuek padanya. Sargas adalah tipe lelaki yang menyukai perhatian. Dan paling benci saat seseorang mengabaikannya. Dan Aerlyn hanya berbicara seperlunya pada Sargas. Terkadang, Sargas heran. Apa Aerlyn tidak merasa canggung saat ini? Saat tidak ada guru yang masuk dan Aerlyn masih sibuk dengan catatannya? Sedangkan Sargas hanya diam memerhatikan tulisan berwarna-warni di dalam catatan Aerlyn.


“Lo.. gak bosen?” tanya Sargas pada akhirnya.

Aerlyn melirik sekilas dan bergumam pelan. “Gak.”


Hanya itu. Tetapi, Sargas bersyukur kala Pak Alba masuk ke kelas mereka dan memberitahu tugas dari Bu Ika yang menyuruh mereka untuk membuat makalah berdua dengan teman sebangku. Untungnya, Sargas tidak bersorak kegirangan karena akhirnya ia bisa punya alasan agar dapat berbicara lebih banyak pada Aerlyn. Sargas cukup paham tipe-tipe perempuan seperti Aerlyn itu seperti apa. Cuek, berbicara seperlunya, pintar. Tetapi itu justru membuat Sargas tertarik padanya.


“Kerjain di rumah gue, yuk, minggu nanti,” ucap Sargas langsung. Aerlyn berhenti menulis dan menoleh padanya. Tatapannya masih datar tetapi ada sedikit kerutan di dahinya.

Sargas yang mengerti langsung menukas, “Ada Ibu gue, ada Pembantu gue, ada..”

“Oke. Hari minggu, jam sebelas.” Sargas sukses melongo saat itu juga saat Aerlyn dengan santai menyetujui rencana Sargas. Sargas dalam hati tersenyum senang. Gue bakal bikin lo terpesona sama gue, Aerlyn Orlin Fauziah.



Sargas langsung mengenali seorang gadis dengan celana jogger longgar dan baju bermotif floral yang terlihat cocok di tubuhnya yang mungil. Gadis itu adalah Aerlyn yang tengah berdiri di pinggir trotoar. Dengan hijab putih tulang seperti biasanya. “Lama nunggu, Lyn?” tanya Sargas setelah menurunkan kaca jendelanya. Aerlyn meliriknya datar dan berujar, “Lo gak nyuruh gue masuk?” Sargas terkekeh pelan dan mengisyaratkan Aerlyn untuk masuk ke mobilnya.


Sargas segera melajukan mobilnya membelah kota Jakarta yang lumayan macet itu.

“Lo udah punya SIM, kan?” tanya Aerlyn datar yang membuat Sargas lagi lagi terkekeh.

“Udahlah, tenang aja, gue sopir yang profesional.” Dan Aerlyn sukses mendengus mendengar jawaban super percaya diri dari seorang Sargas.


“Wah, tumben kamu bawa pacar kamu ke rumah, Gas!” Seorang wanita berkepala empat menyapa saat Aerlyn dan Sargas sampai di rumah bergaya mediterania itu. Aerlyn mengernyit dan hendak menukas tetapi Sargas lebih cepat. “Iya, Ma, hehe, kenalin, namanya Aerlyn.” Aerlyn mau tak mau tersenyum dan menyalami Ibu Sargas itu. Ibu Sargas lalu mulai berceloteh dan akhirnya berlalu setelah menyuruh seorang pembantu membawakan minuman untuk Sargas dan Aerlyn.


“Ibu gue emang agak cerewet, hehe,”

“Gak apa-apa, semua Ibu begitu.” Komentar Aerlyn.


Setelah sekitar dua jam mengerjakan tugas dari Pak Alba, akhirnya Aerlyn dan Sargas bisa merenggangkan tubuh mereka. Baru saja Aerlyn ingin meminta pulang, Ibu Sargas muncul kembali. “Oh iya, Aerlyn, bisa bantuin Tante buat ini gak?” Ibu Sargas menunjukkan sebuah buku resep membuat cupcake yang membuat Aerlyn tertarik. Aerlyn sangat suka dessert, apa pun itu. Sargas hanya diam dan tersenyum melihat Aerlyn mulai membantu Ibunya membuat kue cup itu.


“Ibu lo baik banget, Gas.” Sargas tersenyum senang mendengar komentar Aerlyn.

“Lo harus main-main lagi, kapan-kapan, Lyn.” Menurut Sargas, itulah hari termenyenangkan baginya karena terus-terusan melihat senyum Aerlyn yang sangat jarang ia tampilkan.



Sargas sudah mantap dengan keputusannya. Ia akan menyatakan perasaannya pada Aerlyn saat jam istirahat nanti. Entah sejak kapan, perasaan ini mulai tumbuh di dalam hati Sargas, padahal dulu, Sargas hanya ingin mengetahui Aerlyn lebih jauh, tidak berniat sama sekali memiliki perasaan semacam ini.


“Lyn, nanti bisa di kelas dulu gak, bentar?” tanya Sargas saat Bu Saras hampir menyelesaikan pelajarannya.

Aerlyn terlihat berpikir sebentar dan menatapnya. “Maaf, Gas, gue ada urusan nanti pas istirahat.” Jawaban Aerlyn membuat Sargas penasaran.


Sebenarnya, apa urusan yang sering disebut Aerlyn itu? Urusan yang selalu Aerlyn lakukan di jam istirahat? Pasalnya, Sargas tidak pernah sekali pun melihat Aerlyn di kantin. Sargas mengangguk pelan dan tepat setelah Aerlyn menghilang di balik pintu kelas, Sargas beranjak. Mengikuti Aerlyn.


“Salat Duha?” Sargas sukses tercengang melihat Aerlyn yang tengah khidmat dalam salatnya. Sargas menghela napas dan mengulum senyumnya. Punggung Sargas bersandar pada dinding Mesjid dan pikirannya berkelana ke mana-mana. Menyadari ada langkah yang perlahan mendekat, Sargas segera ke luar dari tempatnya dan tersenyum pada gadis yang terkejut melihatnya.


“Mama ngajak lo ke rumah lagi sabtu nanti, mau gak?”

Aerlyn mengernyit dan mengangguk antusias. “Ya, eh, apa yang mau lo omongin? Mumpung sekarang belum masuk,”

Sargas mengulum senyumnya dan berujar, “Gak, bukan apa-apa, ayo, ke kelas, abis ini pelajaran Pak Alba.”

Sargas tahu. Belum waktunya untuk gadis itu mengetahui perasaannya.



10 Tahun Kemudian.


REUNI SMA TUNAS BANGSA

Seorang gadis berpakaian semi formal dengan hijab yang membuatnya terlihat makin cantik, memasuki gedung itu dengan santai. Matanya menangkap beberapa orang yang cukup dikenalnya dan menyapa mereka. Tak sadar, seorang lelaki menghampirinya dan menepuk bahunya. “Halo, Aerlyn.” sapa lelaki dengan lengan kemeja yang digulung itu. Aerlyn tersenyum manis menatap lelaki yang dikenalnya.


“Halo, Sargas.”


Sargas, yang meneliti Aerlyn dari ujung kaki sampai kepala, makin melebarkan senyumnya. “Lo.. belum nikah, kan?”

Aerlyn melongo dan tertawa pelan. Tidak sadar kalau Sargas berharap-harap cemas. “Astaga, itukah pertanyaan pertama yang lo lontarkan saat ketemu gue? Belum, Gas.”

Kontan, Sargas langsung tersenyum lebar. Senyum paling bahagia yang pernah ia tampilkan.

Comments

Popular posts from this blog

Materi Praktik Cerpen

Resensi Buku Muni Luka Yang Tak Tersayat

Masa Tua