Review Buku Tell Me Your Dreams - Sidney Sheldon


Tell Me Your Dreams (Ceritakan Mimpi-Mimpimu)

Penulis: Sidney Sheldon


WHO DUNNIT?


Tiga perempuan muda. 


Ashley Patterson yang alim dan pendiam. Toni Prescott dengan aksen Londonnya yang kental, serta Alette Peters yang lembut dan manis. Ketiganya sangat berbeda, ketiganya punya rahasia. Ketiganya saling terhubung oleh kasus pembunuhan yang mengguncang keseharian hidup mereka yang monoton. 


Ashley Patterson langsing dan cantik, dua hal yang diinginkan oleh banyak wanita ada padanya. Ayahnya adalah seorang ahli bedah jantung yang ternama di dunia medis internasional. Tangannya telah menyelamatkan banyak nyawa di berbagai belahan dunia. Tapi ayahnya pemarah dan emosional di mata Ashley. Ia selalu gerah sebab ayahnya terlampau melindungi dan membatasi geraknya. Mengingat ibunya telah tiada dan Ashley adalah anak semata wayang, bukankah perlakuan ayahnya itu suatu hal yang wajar?


Toni Prescott yang sensual dengan aksen Londonnya yang khas membenci Ashley. Ia pikir Ashley adalah gadis sok suci yang kampungan. Memang mereka sangat berbeda, dibanding Ashley yang pendiam, Toni sebaliknya sangat bersemangat dan penuh gairah. Toni senang berpindah dari satu klub ke klub lainnya. Ia juga punya rahasia. Diam-diam Toni memiliki suara emas dan sangat berbakat. Aksi panggungnya selalu memukau pengunjung, jika kebetulan pemilik klub mengijinkannya untuk menyanyi.


Alette Peters perempuan yang lembut, aksen Italianya yang melodius membius banyak orang, termasuk juga para pria. Selain cantik, Alette juga seorang pelukis yang hebat ternyata, meski ia tidak pernah menekuninya dengan serius.


Satu demi satu, laki-laki di sekitar mereka mati berlumuran darah. Dalam hatinya Ashley ketakutan, ia curiga ayahnya yang melakukan pembunuhan itu. Ia ingat ancaman yang dilontarkan ayahnya kepada salah seorang pacarnya dulu, ketika ia masih sekolah. Mengingat ayahnya adalah seorang yang temperamental, mungkinkah ia pembunuhnya?

Polisi juga menemukan jalan buntu. Sulit dipercaya seorang perempuan cantik bisa melakukan pembunuhan keji kan? Tapi pasti salah satu dari mereka adalah pelakunya. 


Masalahnya, siapa yang melakukannya?


Sidney Sheldon adalah penulis kawakan yang sangat terkenal. Rata-rata yang suka buku, pasti tahu siapa beliau. Karya-karyanya biasanya berkisah di genre misteri yang seru dan menegangkan. Sampai sekarang saya masih bisa menemukan tumpukan novel Sidney Sheldon pada kios-kios pedagang buku bekas di lantai bawah Blok M Square, tempat favorit saya untuk berburu buku-buku lama. Buku-buku itu selalu laris, sebab penggemarnya cukup banyak.

Saya sering membayangkan buku-buku Sidney Sheldon pasti bagus untuk diadaptasi ke dalam film. Memang ia juga adalah seorang penulis naskah Broadway dan acara televisi yang terkenal selain menulis novel. 


Tapi sebetulnya ada yang selalu mengganjal di dalam kepala saya. Perasaan seperti jika sehabis makan terasa ada sesuatu yang terselip di sela-sela gigi, tapi kita tak kunjung menemukannya dengan ujung lidah.

Sudah beberapa kali membaca karya Sidney Sheldon, tapi saya tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan apa kesan saya terhadap buku-bukunya. Saya merasa buku-bukunya selalu menghibur dan menarik, tapi tidak sebegitu menariknya untuk meninggalkan kesan yang dalam di hati. 


Mungkin 'cukup' adalah kata yang paling pas?


Ya. Cukup.


Seperti makanan hotel. 


Suka merasa nggak? Makanan hotel itu rasanya sering datar. Bahkan untuk beberapa orang mungkin malah cenderung anyep. Kakak saya suka menggunakan frasa manis jambu untuk menggambarkan rasa manis yang sebetulnya tidak manis. Manis nggak, tapi tawarpun nggak. Pas aja di tengah-tengah. Biasanya masakan-masakan dari lulusan sekolah masak atau jurusan perhotelan modelnya sama. Sebab pada dasarnya mereka harus bisa menyediakan makanan yang bisa diterima di lidah semua orang. Tidak ada yang menonjol, tidak terlalu berbumbu seperti halnya masakan Padang misalnya. Semuanya harus cukup, pas tidak berlebihan.


Misteri, romansa, ketegangan, semuanya berpadu dengan takaran yang tepat. Saya sadar, inilah yang membuat buku-buku Sidney Sheldon begitu mudah diterima oleh banyak orang dari berbagai kalangan. 


Begitu juga yang saya temui di buku Tell Me Your Dreams ini. Semuanya ada, buku ini merupakan paket lengkap. Dari misteri pembunuhan, ketegangan, psikologi, sampai plot twist di akhir cerita. Segala sesuatu dihadirkan dengan ukuran yang pas. Maka saya pikir, saya bisa juga menggolongkan buku ini ke dalam buku jalan-jalan. 


Apa maksudnya? 


Ya itu ... buku-buku yang kita bawa buat bekal selagi jalan-jalan. Tamasya. Travelling. Healing, kata anak jaman sekarang. (Sementara di kepala saya healing maknanya masih pemulihan setelah sembuh dari sakit). 

Buku yang tidak membikin jidat lisat-lisut kusut. Buku yang bisa dibaca selagi menikmati perjalanan dalam kereta atau pesawat. (Saya takut terbang, jadi lebih milih minum antimo, terus tidur daripada baca buku sambil melayang-layang di angkasa). Buku yang bisa dibaca untuk membunuh waktu, ketika jadwal penerbangan kita tertunda.


Jika anda suka cerita seru (thriller) psikologis, buku ini tepat sekali untuk jadi pilihan bacaan di akhir minggu. Sembari melepas lelah setelah sibuk bekerja. Gaya menulis Sidney Sheldon yang ringan, mudah membuat pembaca larut dalam cerita. Petunjuk-petunjuk ditebarkan dengan apik, cukup untuk membuat pembaca penasaran dan terus menerus membalik halaman. Tapi untuk para penggemar cerita detektif murni, mungkin misteri di dalam buku ini agak kurang menantang. 


Sebab buku ini terbitnya sudah lama, isu yang diceritakan di dalamnya telah sering dibahas dan sudah banyak juga buku-buku yang modelnya serupa. Maka akhir buku sudah bisa disimpulkan dengan mudah oleh pembaca. Tapi tidak menjadikan buku ini lantas tak layak dibaca. Memang betul, pernyataan bahwa tidak ada ide yang murni orisinal di dunia. Pembedanya adalah bagaimana penulisnya menyampaikan cerita. Tentu dalam hal ini kepiawaian Sidney Sheldon tak perlu diragukan lagi. Sebagai referensi, untuk buku lokal yang mirip-mirip isinya, mungkin Rumah Lebah karangan Ruwi Meita juga tak kalah menariknya dan bisa dijadikan pilihan berikutnya.


Kelebihan buku ini juga ada pada kalimat-kalimat yang sederhana. Tidak ada deskripsi yang bertele-tele dan rumit. Kita bisa dengan santainya menyelesaikan buku dalam waktu yang singkat. 


Satu hal yang saya tidak pernah suka dari buku-buku Sidney Sheldon adalah kovernya. Baik terbitan yang dulu-dulu, maupun terbitan baru. Ugh! 


Saya juga tidak betul-betul bisa menjelaskan dengan tepat apa yang bikin saya tidak suka. Mungkin juga ini cuma masalah selera. Bentuk huruf, perpaduan jenis huruf, ilustrasi, pokoknya semuanya. Meski saya sering membuat desain yang ramai dan belang bonteng dengan Canva, tapi kalau untuk kover buku, saya lebih suka yang polos dan simpel. Kalau perlu warna hitam polos dengan bentuk huruf yang unik, tanpa embel-embel macam-macam, sudah cukup.


Tapi, hei! Don't judge a book by it's cover, eh? Bagi para pecinta buku, kalimat itu kita arifi betul toh?

Comments

Popular posts from this blog

Materi Praktik Cerpen

Resensi Buku Muni Luka Yang Tak Tersayat

Masa Tua