Putri Istana Berjiwa Tentara



Dua kapal besar berbendera Belanda tampak merapat ke Pelabuhan Aceh pada pertengahan Juni 1599. Dua kapal tersebut dinakhodai oleh dua bersaudara, yakni Frederick dan Cornelis de Houtman. 


Pelayaran ke Aceh menjadi tujuan yang ke sekian kalinya bagi de Houtman bersaudara di wilayah Nusantara. 


*****


Nama asliku Keumalahayati meskipun lebih dikenal dengan sapaan yang lebih singkat, yaitu Malahayati. Ayahku Laksamana Mahmud Syah, adalah keturunan Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah, pendiri Kesultanan Aceh Darussalam.


Sejak kecil, aku tidak seperti anak perempuan lainnya, aku tidak terlalu suka bersolek. Berlatih ketangkasan menjadi kegemaran ku, berharap kelak menjadi panglima perang meskipun aku adalah seorang perempuan. Bakat itu mengalir langsung dari ayah dan kakekku yang pernah menjabat sebagai laksamana angkatan laut Kesultanan Aceh.


Ajaran Islam memang dianut dengan serius di negeri tercintaku, Aceh. Namun, urusan gender tidak terlalu jadi persoalan. Buktinya, Kesultanan Aceh Darussalam pernah diperintah oleh beberapa ratu atau sultan. 


Maka, tidak terlalu menjadi masalah jika pada akhirnya aku memilih jalur militer sebagai pilihan hidupku. Aku merupakan salah satu hasil didikan Mahad Baitul Makdis, akademi ketentaraan Kesultanan Aceh Darussalam dan menjadi salah satu lulusan terbaik saat itu.


"Anakku, janganlah engkau bersedih hati didalam kamar, sudah berhari-hari menangis saja. Yang pergi memang tidak akan kembali, namun perjuangan suamimu harus kau tuntaskan, Nak." kata ayahku ketika aku meratapi nasib harus kehilangan suamiku tercinta yang gugur saat menghadapi Portugis di Teluk Haru, perairan Malaka.


Sepeninggal suamiku, aku menggalang kekuatan kaum wanita, terutama para janda yang ditinggal mati suaminya dalam perang di Teluk Haru. Barisan janda pemberani ini aku menyebutnya dengan nama Inong Balee.


Awalnya, pasukan Inong Balee hanya beranggotakan 1.000 orang. Namun kemudian kekuatan kami bertambah menjadi 2.000 tentara wanita. Aku pun menjadikan Teluk Lamreh Krueng Raya sebagai pangkalan militer, dan di perbukitan yang terletak tidak jauh dari situ, aku membangun benteng sekaligus menara pengawas.


*****


Pada tanggal 21 Juni 1599, rombongan penjelajah Belanda yang dipimpin de Houtman bersaudara merapat ke dermaga milik Aceh Darussalam. Ada dua kapal besar yang datang, bernama de Leeuw dan de Leeuwin (Ibrahim Alfian, Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah, 1999:67). Frederick dan Cornelis de Houtman bertindak sebagai kapten masing-masing kapal tersebut.


Semula, hubungan para pendatang dari Eropa itu dengan rakyat dan Kesultanan Aceh Darussalam terjalin baik-baik saja. Sampai kemudian, akibat tingkah orang-orang Belanda serta provokasi dari seorang Portugis, mulai muncul benih-benih pertikaian.


Menyadari situasi yang mulai panas, Frederick dan Cornelis berkoordinasi di atas kapal mereka, mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan yang sangat mungkin bakal datang. Dan memang benar, Sultan Alauddin memerintahkan kepadaku untuk menyerbu dua kapal Belanda yang masih bertahan di Selat Malaka itu.


*****


Terjadilah pertempuran di tengah laut. Armada Belanda rupanya kewalahan menangkal ketangguhan pasukanku yang jumlahnya ribuan, termasuk barisan janda berani mati. Hingga akhirnya, aku berhasil mencapai kapal Cornelis de Houtman, dan saling berhadapan.


"Menyerahlah, kapalmu sudah terkepung!"


"Tidak semudah itu, kau dan pasukanmu hanyalah dari golongan lemah, para wanita yang seharusnya tidak ikut berperang!" 


Menggenggam erat sepucuk rencong di tanganku, sementara si kapten Belanda bersenjatakan pedang. Duel satu lawan satu pun terjadi antara kami, dua manusia yang berbeda jenis kelamin itu. Pada satu kesempatan di tengah pertarungan, aku berhasil menikam Cornelis hingga tewas.


Armada Belanda kalah dan kehilangan cukup banyak orang. Sedangkan mereka yang tersisa ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara, termasuk saudara Cornelis, yakni Frederick de Houtman.

Comments

Popular posts from this blog

Materi Praktik Cerpen

Resensi Buku Muni Luka Yang Tak Tersayat

Masa Tua