KISAH SOPIR TAKSI

 Siang ini aku membawa mobilku menuju sebuah rumah bercat hijau.


Kubunyikan klakson sebagai tanda bahwa taksi yg dipesan telah siap di depan rumahnya.

Aku menunggu beberapa menit.

Namun tidak ada tanda-tanda  seseorang akan keluar dari rumah itu.


Tadinya aku mau membunyikan klakson lagi tapi perasaanku mengatakan aku hrs keluar dan mengetuk pintu rumah itu saja.


Aku membuka pintu mobil...,  berjalan melalui taman di depan rumahnya.


"Taman yg cukup terawat...”,  pikirku.


Aku mulai mengetuk pintu rumahnya.


Terdengar sebuah suara : “Tunggu sebentar ya..?”.


Suaranya lemah...,  sepertinya sudah berusia senja.


Lalu aku dengar langkah kaki dan sesuatu yg diseret menuju ke pintu tempat aku berdiri.

Tak lama pintu terbuka...

Seorang wanita tua berdiri di depanku.


Dia mengenakan baju berwarna ungu  dan  kerudung berwarna senada yg dipakai diatas kepalanya.


Aku menebak umurnya mungkin sekitar 70 an tahun.

Di sampingnya terdapat sebuah koper kecil yg tadi terdengar diseret.


Tidak ada orang lain di rumah itu...,  bahkan aku perhatikan semua perabotan disana sudah kosong...,  terlihat beberapa dus bekas dan meja kecil yg ditutup koran.


Sepertinya pemiliknya akan meninggalkan rumah itu dalam jangka waktu lama  atau  bahkan tidak ingin kembali kesana.


“Apakah Anda bisa membawa koper saya ke mobil...?"  dia bertanya.

Aku mengangguk lalu mengambil koper dan memasukkannya dalam bagasi taksi...,  kemudian kembali untuk membantu wanita itu.


Dia memegang lenganku dan kami berjalan perlahan menuju tepi jalan tempat aku memarkirkan kendaraanku.

Wanita tua itu berterima kasih kepadaku karena mau memegangnya saat menuju taksi tadi.


"Tidak mengapa Bu...,  itu sdh seharusnya saya lakukan.

Saya jadi teringat Ibu saya sendiri.

Saya senang jika Ibu saya diperlakukan dgn baik oleh orang lain.

Jadi sdh seharusnya saya juga melakukan hal yg sama pada Ibu...”


"Oh...,  anda sepertinya anak yg baik ya...”, katanya.

Aku hanya tersenyum.


Ketika kami sampai di dalam taksi...,  wanita itu memberi aku sebuah alamat dan kemudian bertanya..., "Bisakah Anda berkendara melalui pusat kota...?"


"Pusat kota...?  Bukankah itu malah menjadi lebih jauh kalau mau ke alamat ini Bu...?"  jawabku cepat.


"Oh ya...,  saya mengerti...,  tetapi saya tdk terburu-buru...,  saya sedang dalam perjalanan ke panti jompo nak”


Aku melihat di kaca spion.  Matanya berkilauan sepertinya dia menahan tangis. Terlihat jelas ada kesedihan terpendam di wajahnya.


"Saya tdk punya keluarga lagi nak...,"  lanjutnya dgn suara lembut.


"Suami saya sudah meninggal...,  saya tdk punya anak.  Dokter mengatakan saya punya penyakit serius.  Jika sendirian di rumah,  dokter khawatir terjadi apa-apa dgn saya...,  jadi dokter menyarankan agar sisa hidup saya ini dihabiskan di panti jompo saja nak..."


Aku diam-diam mengulurkan tangan  dan  mematikan argometer.


“Ibu ingin lewat jalan apa...?  Biar saya antar jalan-jalan dgn taksi saya ini”


Ibu itu pun  lalu memintaku utk melewati jalan di kota  yang cukup ramai.


Beliau menunjukkan gedung tempat dia pernah bekerja sebagai seorang sekretaris.


Kami melaju melalui sebuah perumahan...,  di mana ia dan suaminya pernah tinggal ketika masih pengantin baru.


Lalu beliau juga memintaku utk berhenti di depan sebuah gudang mebel yg pernah menjadi ballroom gedung kesenian tempat di mana dia menjadi penari saat masih gadis.


Kadang-kadang  dia memintaku utk memperlambat di depan sebuah bangunan tertentu  atau berhenti di sebuah sudut jalan...,  kemudian dia keluar dari mobil.


Dia duduk di situ...,  menatap ke sekeliling...,  terkadang dia menyentuh tembok...,  atau benda yg ada disana.


Pandangannya menunjukkan rona kesedihan...,  namun tdk mengatakan apa-apa.


Tanpa terasa matahari sdh mulai meninggalkan cakrawala.

Hari sudah berganti gelap._

Dia tiba-tiba berkata...,  "Aku lelah …...,  ayo pergi sekarang"


Kami melaju dalam keheningan kealamat yg telah dia berikan padaku.


_esampainya disana...,  aku melihat Itu adalah sebuah bangunan, seperti rumah peristirahatan kecil.


Sekelilingnya penuh dgn tanaman hias aneka warna.


Suasananya sejuk...,  sangat cocok utk menenangkan diri.


Ada kolam ikan di dekat jalan menuju pintu masuk.


Beberapa kandang burung juga ada disana.

Menambah semarak suasana sekitar rumah tersebut.


Ada dua orang perempuan berbaju perawat yg keluar dari rumah kecil itu.

Mereka membawa sebuah kursi roda....

Terihat garis kecemasan diwajah perawat itu.

Mungkin mereka sdh mengharapkan wanita tsb sejak siang tadi.


Aku membuka bagasi, mengambil koper kecil dan membawanya menuju pintu masuk.


Wanita itu sudah duduk di kursi roda.

Berapa yg harus saya bayar utk ongkos taksinya nak...?   Dia bertanya sambil merogoh tasnya.

"Nggak usah Bu...,"  kataku.


"Wah nggak boleh begitu...,  anda kan mencari nafkah", jawabnya.

“Nggak apa apa bu..., nanti kan ada penumpang yg lain”.  Aku menjawab yakin.

Tanpa berpikir panjang, aku membungkuk dan memeluknya di kursi roda.

Dia balas memelukku dan memegang erat-erat tanganku.


"Nak......  anda sudah memberikan kepada seorang wanita tua ini sebuah kegembiraan yg tiada tara...Anda sudah memberikan Perjalanan Terakhir yg menyenangkan utk saya kenang.....

Terima kasih utk semua kebaikanmu ya nak.....”


Aku meremas tangannya, dan kemudian berjalan ke dalam cahaya malam yg redup. Di belakangku terdengar pintu menutup. Rasanya pilu...,  dingin dan menyeramkan._


Seperti tertutupnya satu buah harapan dalam kehidupan..


Aku tidak mengambil lagi penumpang di jalan meski ada beberapa yg meminta taksiku berhenti.


Aku pergi tanpa tujuan..., melamun.


Selama sisa hari itu...,  aku hampir tidak bisa bicara.

Pikiranku melayang saat pertama kali bertemu dgn wanita tua itu.


Bagaimana jika bukan aku sopir taksi yg menjemputnya.


Bagaimana jika sopir taksi yg menjemputnya itu tidak keluar dari mobil dan hanya marah-marah sambil klakson berkali-kali utk memberitahu bahwa taksi sudah datang…..?


Bagaimana jika sopir taksi itu tidak mau mengantarnya jalan-jalan seharian...?

Padahal di jalan banyak penumpang yg akan memakai jasa taksinya.


Aku akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan...,  bahwa aku telah melakukan sesuatu yang benar, selain mencari uang di jalanan dengan taksiku ini.


Bukankah hidup bagaikan roda yg berputar...?


Bagaimana jika wanita tua itu adalah Ibuku sendiri...?

Bagaimana jika wanita tua itu adalah istriku sendiri...?

Bagaimana jika wanita tua itu adalah anakku sendiri...?

Atau bahkan ………  diriku sendiri...?





Comments

Popular posts from this blog

Materi Praktik Cerpen

Resensi Buku Muni Luka Yang Tak Tersayat

Masa Tua